Manusia dan orangutan: apa relasinya?
Oleh Jason Tulio & Masayu.Y.Vinanda
Jakarta (31/01)-Anda mungkin cukup akrab dengan istilah “efek dominio.” Suatu rentetan kejadian yang timbul dari rangkaian sebab akibat. Ibarat sederet kartu domino yang berdiri tegak, jika satu kartu roboh, maka serta merta kartu lainnya pun akan ikut roboh. Nah seperti itulah gambaran hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya, pun dengan orangutan, kera besar yang hidup di luar Afrika. Yang perlu senantiasa kita cermati adalah faktor-faktor yang menjadi pemicu atau trigger dari pergerakan "Efek Domino" ini.
Orangutan kini terancam punah, status mereka tidak berbeda dengan domino yang mudah terguling. Ada dua jenis orang utan yang hidup di Indonesia yakniorang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan Sumatera (Pongo abelii). Menurut Daftar Merah IUCN, spesies yang terakhir ini telah diklasifikasikan sangat terancam punah. Terlepas dari kampanye-kampanye atau program penyelamatan satwa, kelangsungan hidup orangutan mempengaruhi manusia dalam berbagai cara. Sejatinya relasi manusia dengan orangutan ini lebih dekat dari yang pernah kita bayangkan.
Menurut Chaerul Saleh, Koordinator Flagship Species WWF Indonesia, manusia dan orangutan memiliki kemiripan DNA hingga 97%. Kedekatan relasi ini juga tersirat lewat namanya: Orang (manusia) dan Utan (hutan) dapat diterjemahkan menjadi "manusia hutan", imbuh Chaerul Saleh. Punahnya orangutan disebabkan oleh dua faktor utama yakni hilangnya habitat dan maraknya aktivitas perburuan.
Ia juga menjelaskan, "Hilangnya habitat akibat konversi hutan alam untuk kepentingan non kehutanan seperti perkebunan dan pemukiman. Praktik penebangan baik legal dan ilegal serta kebakaran hutan menambah panjang deret ancaman satwa langka ini. Perburuan dilakukan untuk menangkap bayi orangutan untuk pasar. Untuk mencoba mendapatkan bayi orangutan, mereka mau tidak mau harus membunuh induknya dulu. Bayi orangutan berlindung di kanopi dan itu adalah satu-satunya cara untuk menangkapnya. Untuk setiap bayi orangutan, para pemburu setidaknya harus membunuh satu induk orangutan."
Lalu apa efeknya? Setiap individu orangutan yang terbunuh, maka hal itu juga akan menyebabkan runtuhnya sesuatu yang lebih besar lagi, pohon-pohon. Orangutan berfungsi sebagai distributor utama biji-bijian di seluruh kawasan hutan. Ia berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem.
Hal tersebut terjadi karena orangutan mengkonsumsi buah-buahan dalam jumlah besar. Lalu biji buah-buahan ini mereka taburkan ke seluruh hutan. Banyak buah-buahan dan tanaman lainnya - yang juga merupakan komponen penting dari hutan hujan, bergantung pada orang utan untuk penyebaran biji. Karena orang utan merupakan penyebar biji yang handal, ia kerap kali disebut "gardeners of the forest ".
Seperti dikatakan Chaerul Saleh, "Orangutan berperan besar dalam pemeliharaan habitat mereka. Jika orang-utan punah, maka hutan suatu hari nanti pun akan hilang. Jadi, kita harus menjaga kelestarian hidup orang-utan untuk menyelamatkan hutan dan manusia."
Ini adalah bukti kekuatan kita sebagai manusia karena kelangsungan hidup seluruh spesies dan habitatnya ada di tangan kita. Kedekatan relasi yang kita miliki dengan orangutan sangat penting untuk kelangsungan hidup kita sendiri. Ini adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Tantangannya terletak pada bagaimana menyampaikan pesan ini kepada publik yang lebih luas. Chaerul Saleh menjelaskan, "Dalam hal komunikasi, kita perlu menjelaskan kepada khalayak luas tentang konsep perlindungan orang-utan dan habitat alami mereka. Orang-utan secara fitrah tentunya melindungi hutan sebagai habitatnya. Hutan yang lestari tidak hanya penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal berjauhan dengan hutan, yang memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi beragam kebutuhannya, seperti makanan dan obat. Semua itu berasal dari hutan."
Pada tahun 1990, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Peraturanini bertujuan untuk melindungi spesies yang terancam punah termasuk orangutan, dengan hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100.000.000.
Langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap individu, Chaerul Saleh menawarkan beberapa tips, "Solusi nyata hanya akan efektif jika tidak ada lagi permintaan untuk produk-produk yang diekstrak dari hutan dengan cara-cara yang tidak lestari. Sebagai contoh, kelapa sawit, kayu, dan masih banyak lagi. Kita dapat melakukan berbagai hal, termasuk mengurangi penggunaan kertas untuk mengurangi penebangan pohon. Termasuk juga mengurangi penggunaan listrik. Hal lainnya yang dapat dilakukan adalah membantu organisasi non-pemerintah dalam upaya konservasi species."
Apa yang dikemukakan Chaerul Saleh menggambarkan bahwa pilihan paling kecil sekalipun ternyata mampu membawa perbedaan, tergantung perubahan seperti apa yang ingin kita capai, ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. pun. Diharapkan, dengan adanya upaya konservasi, maka kelangsungan hidup orang utan, hutan dan sumber dayanya akan terjamin.
Tanpa itu, orangutan, hutan, dan sumber penghidupan manusia tidak akan lebih dari refleksi “kaca spion” dalam sebuah renungan, menunjukkan kehancuran yang getir ketika sadar hadir kemudian.