Template by:
Free Blog Templates

Kamis, 10 Desember 2009

Pemuda Itu (Masih) Tertidur Nyeyak

Hampir saja ayam jantan itu lantang berkokok
Saat itu pula kau baru saja lelap tertidur
Padamkan mata setelah lelah lari menjauh dari sejarah nyata dirimu
Tidurmu pun terlampau lama untuk waktu yang kau buang sia-sia
Yaitu waktu MASA MUDAmu ...



Pemuda, sebuah keniscayaan. Masa dimana kita bergulat dalam realitas dan mimpi. Menciptakan sensasi hidup dimana tenaga manusia terakumulasi pada titik syaraf dan otot kita yang kemudian memungkinkan melakukan apa saja sekehendak hati kita. Apa saja? Ya, apa saja! Membebaskan pikiran dari kemapanan tradisonal konservatifisme. Bersandang mencolok berdandan beda dari seluruh mahluk planet ini. Berpikir melampaui realitas kadang mengkhayal menyalurkan sahwat yang lama terpendam dalam otak kotor kita.

Bersolek, boleh-boleh saja! Bersolek bertabur kemewahan artificial (palsu) membuka ekor, membusungkan dada dan berkicau dengan suara merdu melambai, semuanya sempurna dilakukan untuk menarik lawan jenis, tak lebih dari itu. Mungkin seekor burung merak birahi menarik jodohnya atau pemuda konak yang berlagak seperti burung merak ?

Ternyata tak terlalu rumit hidup ini kalau kita hanya berprilaku seperti burung merak itu dan ternyata nikmat juga hidup ini. Manusia hanya berpikir sahwat untuk terlihat selalu menarik lawan jenis atau bahkan sesama jenis diantara dari kita. Berlomba-lomba untuk jadi berbeda, berjibaku untuk tak terlihat sama tetapi ternyata kita tidak pernah bisa menjadi diri sendiri.

Thus Spoke Zarathustra “ Engkau belum lagi mencari dirimu sendiri tatkala engkau temukan aku. Begitu pula semua orang yang percaya; maka seluruh kepercayaan kecil artinya. Kini biarlah engkau kehilangan aku dan menemukan dirimu sendiri dan hanya ketika engkau menyangkal aku maka aku akan kembali kepadamu………” (Friedrich Nietzsche).

Yang kita semua lakukan sekarang ini, sampai aliran darah kita mengalir selama kurang lebih dua puluh tahunan lebih ternyata hanya menjadi peniru. Otak kita sepertinya diselimuti kabut tebal yang mengganggu bahkan membutakan sekian banyak syaraf pengelihatan dalam alam pikiran kita.

Gagasan Nietzche diatas telah mempertontonkan diri kita semua dalam sebuah sajian bahwa sesungguhnya kita berlagak hidup berbeda ini adalah corak yang telah diberikan orang lain pada kita. Dan ternyata kita tidak pernah hidup berbeda apalagi hidup untuk menjdi diri sendiri. Selalu hidup dengan model yang berasal dari luar diri kita.

Bukankah orang menjadi berbeda bukan dengan cara tidak menjadi diri sendiri? Atau bukankah berbeda seperti yang kita maksud membuat kepalsuan dan kebohongan pada diri kita sendiri? Dan bukankah zaman itu dibentuk dan diciptakan manusia? ataukah manusia itu yang dibentuk oleh zaman? Tapi yang jelas banyak diantara kita semua yang bertekuk lutut pada lajur perjalanan zaman.

Menjadi bagian dari Imitation of Life menjadi suatu kebanggaan. Menjadi tiruan menjadi suatu keharusan. Dan kemudian lantang berteriak menunjukkan eksistensi diri, “Aku berbeda, aku menampilkan diriku yang sesungguhnya”. Oh..Tuhan! Ternyata logika berpikir itu sudah terbalik dan tak pernah kembali.

Hidup adalah rasa dan rasa menjadi ukuran karya. Maka karya itulah yang membedakan kita semuanya. “Tak ada gunanya mati jika anda tak menghantui ingatan seseorang…jika anda tidak meninggalkan secercah rasa” (Peter Ustinov,1958)

Kemasyhuran karya yang kita ciptakan tak ternilai tetapi ketika karya itu hanyalah Imitation, maka ia tak akan bernilai atau lebih rendah dari nilai sebuah sampah. Kita adalah pengubah hidup, hidup kita. Dan bukan hidup siapa pun! Sesungguhnya dan sebenar-benarnya, memahami karya-karya hidup akan menjauhkan diri kita dari tangan-tangan kreatif para pengubah hidup yang lain supaya kita menjadi diri mereka juga dengan meniru.

Lalu, kita artikan apa dunia ini? kita maknai apa hidup ini? kita pahami apa diri ini? atau jangan-jangan otak kitalah yang susah dan canggung untuk berpikir sedalam (atau tak terlalu dalam) itu? Atau memang hidup itu tidak serumit ini? Oh, ya…ya…ya…ternyata hidup ini begitu sederhana dan tak perlu susah-susah berpikir, karena hidup cuma sekali. Tentu saja!

Ironisnya, pola pikir dalam ruang kesadaran mereka sama pula terhegemoni dalam kesadaran magis dan naïf yang menjauhkan mereka dari diri mereka sendiri. Sudah saatnya kita lebih banyak menyisahkan ruang kesadaran kita untuk berpikir diluar bingkai hedonisme, sekedar melawan musuh kita yaitu LUPA! Perjuangan melawan LUPA adalah perjuangan mengenali dan mencari apa dan siapa kita sesungguhnya? Manusia pesakitankah kita sehingga diturunkan di kulit bumi seakan menjadi penebus dosa yang dilakukan Adam dan Hawa? Atau hanya jadi bahan tertawaan zaman?

Ternyata hidup tak sesederhana yang kita bayangkan! Dan ternyata hidup itu rumit! Benar-benar kesadarankah yang menuntun kita untuk berpikir seperti itu? Mudamu kau habiskan untuk ritualitas waktu seperti halnya anak berumur 1 tahun yang menghisap dalam-dalam dot untuk sekedar tak menangis walaupun dot itu tak terisi susu!

Apakah yang kita lakukan selama ini memang dikarenakan umur kita yang masih muda? Kalau ya, berarti kita sama lucunya dengan bayi berumur 1 tahun penghisap dot yang tak berisikan susu agar tak menangis itu.
Mahasiswa, mahasiswa…… Pemuda terdidik yang memang terkadang perkembangan sahwatnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan untuk berpikir maknai dunia, hidup dan diri. Aktivisme menjadi pilihan dalam keseharian, mondar-mandir seolah menjadi agent of change, seolah-olah masalah yang menggelanyuti bangsa ini jalan keluarnya ada di tangan mahasiswa. Omong kosong!!! Benahi dulu sahwatmu, sesekali tutup rapat resleting celanamu itu.

Saatnya mahasiswa melepas status kelas kemahasiswaannya untuk melebur dalam gerakan PEMUDA yang tak terbatasi oleh dimensi ruang dan waktu.
Dalam dunia panjang kapitalisme dan luas globalisasi, pergerakan pun tak luput dari ruang hegemoni kepalsuan yang jika kita amini, maka kita semua bisa katakan sebagai penghianatan atas ideologi pergerakan kita. Karena percaya kepada pergerakan bagi kta adalah usaha untuk menjadikan diri sebagai sejatinya diri kita sendiri.

Perkenalan massa dengan ideologi serta organisasi perjuangan musti dibikin terjadi; Ia syarat mutlak pembebasan. Sudah tentu, ia berbeda dengan - misalnya – perkenalan seorang aktivis UKM dengan teman barunya di UKM atau universiteit lain. Berbeda pula dengan perkenalan seorang perjaka yang sedang melancong dengan gadis ayu yang ia temui di perlancongannya. Pertanyaannya, bagaimana bisa massa kita perkenalkan dengan ideologi dan organisasi perjuangannya ketika kita sendiri belum berkenalan dan bermesraan dengan apa yang menjadi cita-cita bergerak kita, yaitu NADEMKRA? Dan kita tidak begitu percaya bahwa organisasi perjuangan adalah alat yang tangguh untuk berpraksis? Jangan-jangan kita semua tidak percaya dengan jalan hidup pergerakan kita sehingga kita terjebak pada ruang kesadaran semu!

Padahal di depan garis sejarah, kita telah bersaksi sebagai pemuda, pemuda yang tercerahkan dan bersepakat bersama menjadi matahari terik yang menyorot tanah, air dan udara bahkan sampai lubang semut sekalipun. Dari mata yang melihat, telinga yang mendengar, hidung yang menghirup, lidah yang mengecap dan kulit yang merasa sampai relung hati yang bernurani kita dan rakyat Indonesia tanpa kecuali Nademkra harus segera tersemestakan. Nademkra bukan milik pendiri organisasi ini, tetapi Nademkra adalah segenap kuasa rakyat Indonesia karena ia telah tumbuh dan berkembang dalam air, tanah dan udara Indonesia. Jadi kita semualah yang akan mengkayakannya dengan praksis kita sehingga kita tidak akan pernah menjadi manusia mekanik yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya kita lakukan selama ini.

Bukan menjadi mimesis atas tafsiran Nademkra oleh para pendiri organisasi, tetapi kita semua harus menafsirkan dan memaknainya karena sekali lagi ini adalah masa depan ruang kesejarahan kita menjadi manusia yang memanusiakan manusia.
Saatnya melipat rapi selimut dan bangun dari tidurmu karena ayam jantan itu akan lekas berkokok.


“PEMUDA adalah pikiran bertindak. Sejarah pemuda adalah sejarah massa . Didalamnya gagasan revolusioner penuh dengan harapan-harapan meningkat dari orang tua, anak-anak dan bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan yang dikawal pemuda adalah semangat kebijaksanaan orang tua,cita-cita anak dan ketulusan bayi yang baru lahir. Pemuda adalah penghubung dari berbagai kenyataan sejarah.
BUKANKAH LEBIH MULIA DISEBUT PEMUDA DARIPADA MAHASISWA.”


Akhirnya …………………………

| Free Bussines? |

0 komentar:

Photobucket